Guru Sebagai Penyebar Ajaran Islam Yang Cinta Damai





DAFTAR ISI

2.Guru Sebagai Penyebar Ajaran Islam yang Cinta Damai……………………………... 2

Pesan dan Kesan
Garis Besar










KATA PENGANTAR



Dengan mengucapkan Hamdalah kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, karena atas Rahmat, Berkah dan HidayahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Artikel ini, Shalawat serta Salam semoga ALLAH
SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW keluarga, sahabat dan kerabatnya
serta kepada seluruh pengikutnya.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Artikel ini banyak sekali
kesulitan dan hambatan yang didapati baik dari segi moril maupun materil.
Namun berkat pertolongan ALLAH SWT berupa kesungguhan dan bantuan dari
berbagai pihak akhirnya Artikel ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.      Kepala Sekolah MAN Kebumen 1 Bapak Drs. H. Wasingan, M.Pd.
2.      Bapak/Ibu Guru Man Kebumen 1
3.      Ibu Pembimbing Pelajaran Aqidah Akhlak St.Masruroh,SpdI.
4.      Teman-temanku baik Ips 5 Maupun Ips 1







                                                                PENDAHULUAN

Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. (A.Mustofa,Abdullah,1999: 23). Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.(Taufik Abdullah:1983)
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta  jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia.
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh.






Seorang Guru Menurut Pandangan ISLAM


Guru merupakan tugas mulia di sisi islam, apa lagi yang bisa membangkitkan disiplin ilmu berkaitan agama. Islam sebagai satu agama yang mementingkan ilmu pengetahuan, memandang tinggi martabat seorang pendidik sama ada berkaitan ilmu duniawi atau ukhrawi. Dalam hal ini, Rasulullah SAW membuktikan betapa pentingnya peranan guru dalam proses penyebaran dakwah Islamiah pada zaman permulaan Islam. Sebagai utusan terakhir kepada umat manusia, Baginda SAW sendiri mengajar dan mendidik umat manusia berpandukan wahyu Ilahi.

Firman Allah SWT yang bermaksud: "Dialah (Allah SWT) yang telah mengutuskan daripada kalangan orang-orang yang Ummiyyin, seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, dan membersihkan mereka (dari iktikad yang sesat), serta mengajarkan mereka Kitab Allah (al-Quran) dan Hikmah (pengetahuan yang mendalam mengenai hukum syarak). Dan sesungguhnya mereka sebelum (kedatangan Nabi Muhammad SAW) itu adalah dalam keadaan sesat yang nyata." (Surah al-Jumu'ah, ayat 2).

Selain itu, Baginda juga mengambil inisiatif contoh dengan menghantar Mus'ab ibn 'Umair ke bumi Yathrib (Madinah) dengan tujuan mengajar al-Quran dan ilmu asas berkaitan Islam kepada masyarakat Arab yang baru memeluk Islam. Secara tidak langsung, Rasulullah SAW turut menggesa umatnya menjadi pendidik menerusi sabdanya yang bermaksud: "Sampaikanlah daripada aku walaupun sepotong ayat." (Hadis riwayat Bukhari). Saidina Ali r.a. pula pernah berkata: "Jadilah orang yang mencurahkan ilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang suka mendengar ilmu, atau orang yang cintakan ilmu, dan jangan kamu jadi golongan yang kelima, maka kamu akan binasa."

Ulamak menggariskan beberapa adab yang perlu diikuti bagi mendapat keberkatan ilmu yang dipelajari. Imam Ghazali r.h. menyebut di dalam kitabnya, Ihya 'Ulum id-Din yang bermaksud: "Apapun yang diterangkan oleh guru semasa pengajian maka hendaklah (penuntut) mengikutinya dan meninggalkan pandangan peribadinya, kerana kesilapan guru lebih bermanfaat dari apa yang mungkin benar nya yang datang dari dirinya (penuntut)."
berita yang boleh dikira sebagai keadaan di mana martabat guru coba direndahkan. Hal ini tidak sepatutnya berlaku. Memang ada segelintir guru yang membuat onar tetapi sebagian besar menjalankan tanggung jawab mendidik anak bangsa dengan baik.


kita perlu kembali mengenang jasa guru yang banyak membantu agama, bangsa dan negara. Hal ini bertepatan dengan peranan Baginda SAW yang mengajar umatnya agar sentiasa ringan mulut untuk mengucapkan 'terima kasih' kepada sesiapa saja yang berbakti kepada mereka. Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: "Tidaklah berterima kasih kepada Allah SWT sesiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia." (Hadis riwayat Bukhari).

Sesungguhnya segala amal bakti seorang guru dalam menyampaikan ilmu yang bermanfaat kepada anak didiknya akan melayakkan dirinya mendapat ganjaran kebaikan, meskipun setelah pergi mengadap Ilahi. Firman Allah SWT :
 وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْراً وَأَعْظَمَ أَجْراً
‘’Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya." (Surah al-Muzammil, ayat 20).
Rasulullah SAW juga bersabda yang bermaksud: "Apabila meninggal dunia seorang manusia, maka terputuslah pahala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, anak soleh yang mendoakannya." (Hadis riwayat Muslim).

 












Cara penyebaran agama islam di Indonesia


Perdagangan
Dalam hal ini penyebaran agama islam dilakukan oleh pedagang islam ke pedagang lain. Pada waktu berdagang saudagar Gujarat, Persia, dan Arab bergaul dengan penduduk Indonesia.
Mereka berhasil mempengaruhi penduduk untuk menganut agama islam.
 Perkawinan
Seorang penganut islam menikah dengan seorang penganut agama islam. Sehingga keturunannya sudah pasti memeluk agama islam.
3. Pendidikan
Pendidikan islam dilakukan melalui lembaga pesantren khusus agama islam. Perguruan ini mendidik santri dari berbagai daerah. Setelah tamat mereka mendirikan pondok pesantren di daerah asal mereka.

4. Dakwah
Penyebaran ini dilakukan oleh para guru dakwah. Ex: penyebaran agama islam di Pulau Jawa yang dilakukan oleh para Wali yang terkenal dengan sebutan Wali sanga
5. Akulturasi dan asimilasi kebudayaan
Misalnya penggunaan doa islam dalam upacara adat seperti kelahiran, perkawinan, seni wayang kulit, beberapa bangunan, ragam hias dan kesustraan


 

 

 

 

 

 

 




ISLAM AGAMA PENEBAR KASIH SAYANG


Allah menjadikan agama ini menjadi perpaduan antara dua kepentingan yakni kepentingan fithrah kita manusia yang memiliki kemestian/kecenderungan untuk bertuhan dan berhubungan dengan tuhan yang diistilahkan oleh agama dengan hablumminallah. Kemudian kepentingan kedua yang juga merupakan fithrah kemanusiaan yakni hubungan sosial kemasyarakatan atau yang diistilahkan dengan hablumminannas. Dalam konteks hablumminannas, tidak ada satu agama manapun yang mengkaitkan secara langsung antara keimanan dan ketaqwaan dan ibadah kepada Allah dengan kepentingan dan kemestian hidup bersosial masyarakat selain agama Islam. Sebagai contoh di dalam Islam kita diperintahkan untuk shalat wajib 5 waktu. Akan tetapi shalat itu akan menjadi perbuatan hina dan tercela jika shalat itu tidak dibarengi dengan semangat bersosial bermasyarakat. Kita dapati firman Allah ta`ala yang menegaskan cercaan Allah terhadap orang yang shalat dengan model yang seperti ini di dalam surat Al Ma`un (4-7):
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ   
107.4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,

الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ   
107.5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,


الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ   
107.6. orang-orang yang berbuat riya ,


وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ   
107.7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna .
 Di dalam ayat ini Allah menegaskan adanya shalat yang tercela yakni shalat yang tidak dibarenagi dengan kewajiban sosial kemasyarakatan yakni menolong sesama manusia. Jadi ibadah yang paling tinggi di dalam Islam ini yakni shalat, ternyata terkait langsung dengan kewajiban sosial bermasyarakat, sehingga bila kewajiban tersebut tidak dijalankan maka shalatnya menjadi shalat yang celaka dan tercela. Kemudian kita dapati juga di dalam Sabda Rasulullah Shalallahu `alayhi wasallam: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya“. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6475) dan Muslim (47) (74)]. Bahkan di dalam hadits lain ditegaskan:“Tidak akan masuk surga, seseorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya” (H.R.Muslim). Di dalam hadits ini Allah mengkaitkan secara langsung antara keimanan dengan kemestian menjaga keamanan atau memberikan rasa aman kepada lingkungan, bahkan Allah ta`ala mengancam orang yang mengganggu ketentraman tetangganya dengan tidak akan dimasukkan ke surga Allah. Dan masih banyak lagi ajaran-ajaran Islam yang senada yang itu semua menunjukkan bahwa islam itu memang agama yang rahmatan lil alamain, karena Islam demikian kuatnya menekankan tentang kemestian bersosial seorang muslim terhadap lingkungannya, karib kerabatnya, keluarganya dan terhadap bangsa dan negaranya.

PENUNTUT ILMU WAJIB MENGHORMATI GURU DAN BERTERIMA KASIH KEPADANYA


Seorang penuntut ilmu wajib menghormati ustadz (guru)nya yang telah mengajarnya, wajib beradab dengan adab yang mulia, juga harus berterima kasih kepada guru yang telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepadanya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak termasuk golongan kami; orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak seorang ulama” [3]
Syaikh al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullaah berkata, “Seorang penuntut ilmu harus memperbaiki adabnya terhadap gurunya, memuji Allah yang telah memudahkan baginya dengan memberikan kepadanya orang yang mengajarkannya dari kebodohannya, menghidupkannya dari kematian (hati)nya, membangunkannya dari tidurnya, serta mempergunakan setiap kesempatan untuk menimba ilmu darinya.
Hendaklah ia memperbanyak do’a bagi gurunya, baik ketika ada maupun ketika tidak ada.
Karena, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Barangsiapa telah berbuat kebaikan kepadamu, maka balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak mendapati apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdo’alah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya.” [4]
Adakah kebaikan yang lebih agung daripada kebaikan ilmu? Padahal, setiap kebaikan itu akan terputus kecuali kebaikan ilmu, nasihat dan bimbingan.
Setiap masalah yang dimanfaatkan oleh setiap manusia dan orang yang mengambil ilmu darinya, maka manfaatnya akan diperoleh oleh orang yang mengajarkannya dan juga penuntut ilmu dan orang lain. Sebab, hal itu adalah kebaikan yang senantiasa mengalir kepada pemiliknya.”
Syaikh as-Sa’di rahimahullaah melanjutkan, “Temanku telah mengabarkan kepadaku -ketika itu gurunya telah meninggal- ketika ia telah berfatwa dalam suatu masalah dalam ilmu faraaidh (ilmu waris) bahwa ia melihat gurunya dalam mimpi membaca di dalam kuburnya. Ia berkata, ‘Masalah si fulan yang engkau berfatwa mengenainya, pahalanya telah sampai kepadaku.’
Ini adalah perkara yang telah dikenal dalam syari’at,
“Barangsiapa membuat contoh yang baik, maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari Kiamat.”

A.TIDAK BOLEH MENYEMBUNYIKAN ILMU
Menyembunyikan ilmu adalah satu sifat tercela yang disandang oleh Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), yaitu mereka menyembunyikan kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam Kitab suci keduanya: Taurat dan Injil.
Apabila seseorang mengetahui suatu ilmu, kemudian ada orang lain yang bertanya tentang ilmu tersebut maka ia harus menyampaikan ilmu tersebut kepadanya. Sebab apabila tidak dilakukan dan ia menyembunyikan ilmunya itu, ia terkena ancaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
“Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan di-belenggu pada hari Kiamat dengan tali kekang dari Neraka.”
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat.” [Al-Baqarah: 159]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu hendaklah memberikan ilmunya kepada penuntut ilmu selainnya dan tidak menyembunyikan suatu ilmu pun karena ada larangan keras dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan tersebut.”
Selain itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan perumpamaan bagi orang yang menyembunyikan ilmu dalam sabda beliau.
“Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu kemudian tidak menceritakannya (tidak mendakwahkannya), seperti orang yang menyimpan perbendaharaan lalu tidak menginfakkannya.”

Ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang berkaitan tentang apa yang wajib diketahui oleh setiap Muslim dari urusan agamanya.
Selain itu, menyampaikan ilmu hanyalah kepada orang yang layak menerimanya. Adapun orang yang tidak layak menerima ilmu itu, maka boleh menyembunyikan ilmu darinya. Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Syakir rahimahullaah mengatakan, “Menyampaikan ilmu hukumnya wajib dan tidak boleh menyembunyikannya, namun mereka (para ulama) mengkhususkan hal itu bagi orang yang berkopetensi (layak) menerimanya.
Diperbolehkan menyembunyikan ilmu kepada orang yang belum siap menerimanya, demikian juga kepada orang yang terus-menerus melakukan kesalahan setelah diberikan cara yang benar.”

B.PENUNTUT ILMU HARUS TUNDUK PADA KEBENARAN
Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata, “Allah Ta’ala adalah Hakim Yang Mahaadil dalam memberikan hukuman. Dia-lah Dzat yang Nama-Nya Mahatinggi. Dan orang-orang yang meragukan hal itu akan binasa.”
‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin Mas’ud rahimahullaah berkata, “Ada seseorang yang datang kepada ‘Abdullah bin Mas’ud seraya berkata, ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, beritahukan kepadaku kalimat yang simpel namun banyak mengandung manfaat!’ ‘Abdullah menjawab, ‘Jangan sekali-kali engkau menyekutukan Allah. Berjalanlah bersama Al-Qur-an kemana saja engkau pergi. Jika ada kebenaran yang datang kepadamu, janganlah segan-segan untuk menerimanya sekalipun kebenaran itu jauh letaknya dan tidak menyenangkan. Dan jika ada kebathilan yang datang kepadamu, tolaklah ia jauh-jauh sekalipun kebathilan itu sangat dekat letaknya dan sangat kausukai.’
Imam asy-Syafi’i rahimahullaah mengatakan, “Ketika aku meriwayatkan hadits shahih dari Rasulullah dan aku tidak menggunakannya, maka aku bersaksi pada kalian semua bahwa (sejak itulah) kewarasan akalku telah hilang.”
Beliau juga berkata, “Apabila ada seseorang yang mengingkari dan menolak kebenaran berada di hadapanku, maka aku tidak akan menaruh hormat lagi kepadanya. Dan barangsiapa yang menerima kebenaran, maka aku pun akan menghormati dan tanpa ragu akan mencintainya.”
Orang yang sombong adalah orang yang menolak kebenaran, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“…Yang dikatakan sombong adalah menolak kebenaran dan melecehkan manusia.”




C.Mencium Tangan Ulama Dan Guru

Soal:
Guru dan Ulama, begitu juga orang tua merupakan orang2 yg harus dihormati, sebab mereka mempunyai jasa yg sangat besar terhadap kemajuan umat. Ditangan merekalah tercipta calon2 pemimpin masa depan. Karena itu, seorang murid khususnya, mempunyai kewajiban untuk menghormati gurunya. Salah satu bentuk penghormatan yg sering dilakukan adalah dengan mencium tangan mereka ketika berjabat tangan. Lalu bagaimanakah hal ini sebenarnya..? Apakah diperbolehkan oleh agama..?
Jawab:
Mencium tangan para ulama merupakan perbuatan yg sangat dianjurkan agama. Karena perbuatan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada mereka. Dalam sebuah hadits dijelaskan:
“Dari Zari’ ra. – ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku ‘Abdil Qais – beliau berkata, “Kemudian kami bersegera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengucap tangan dan kaki Nabi SAW.” [Sunan Abi Dawud, 4548]
Atas dasar hadits ini, para ulama men-sunnah-kan mencium tangan guru, ulama, orang shalih, serta orang2 yg kita hormati. Kata Imam Nawawi dalam salah satu kitab karangannya:
“Disunnahkan mencium tangan orang2 shalih dan ulama2 yg utama. Namun mencium tangan selain orang2 itu hukumnya makruh.” [Fatawa al-Imam al-Nawawi, 79]
Ketika menjelaskan perkataan Imam Nawawi ini, Syaikh Muhammad al-Hajjar dalam ta’liq (komentar) kitab Fatawi al-Imam al-Nawawi menyatakan:
“Mencium tangan orang lain, bila itu dilakukan karena orang tsb zuhud, shalih, berilmu, mempunyai kemuliaan, serta bisa menjaga diri, atau perkara yg semisal yg berkaitan dengan masalah agama, maka perbuatan itu tidak dimakruhkan, bahkan termasuk perbuatan sunnah. Tapi jika dilakukan karena orang tsb memiliki kekayaan, karena dunianya, pengaruhnya serta kekuatannya dihadapan ahli dunia, serta perbuatan lain yg serupa, maka hukumnya makruh, dengan kemakruhan yg sangat bersar.”[Fatawi al-Imam al-Nawawi, 80]
Selanjutnya DR. Ahmad al-Syarbashi dalam kitab Yas’alunaka fi al-Din wa al-Hayah menyimpulkan:
“Dari sini dapat kamu  lihat, bahwa apabila mengecup tangan itu dimaksudkan dengan tujuan yg baik, maka (perbuatan itu) menjadi baik. Inilah hukum asal dalam masalah mencium tangan ini. Namun bila perbuatan itu digunakan untuk kepentingan dan tujuan yg jelek, maka termasuk perbuatan yg terhina. Sebagaimana halnya setiap perbuatan baik yg diselewengkan untuk kepentingan yg tidak dibenarkan.”[Yas’alunaka fi al-Din wa al-Hayah, juz.II, hal.642]
Lalu apakah manfaatnya? Kata Prof.DR.Sarlito W.Sarwono, psikolog dan guru besar Universitas Indonesia, berdasarkan eksperimen Ivan Patrovich Pavlov (1849-1936), yg kemudian melahirkan teori behaviorisme, setiap lembaga pendidikan seperti pesantren, yg membiasakan muridnya mencium tangan pengasuh atau gurunya, maka akan menumbuhkan rasa cinta dan patuh pada guru tsb yg pada gilirannya akan lebih mudah diatur sehingga mewujudkan kedisiplinan dan kepatuhan dalam mengerjakan tugas dan aturan pada lembaga tsb. Hal ini tentu sangat dibutuhkan untuk keberhasilan sebuah pendidikan.” [wawancara dengan Prof.DR.Sarlito W.Sarwono pada

AYAT AL-QUR’AN Tentang Pentingnya Seorang Guru


Al-Baqarah (2) : 151
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ
2.151. Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni'mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu danmengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui
Al-'Imran (3) : 164
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
3.164. Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.



Al-Kahf (18) : 66
قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْداً
18.66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
Ar-Rahman (55) : 4
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
55.4. mengajarnya pandai berbicara.



PESAN DAN KESAN



Pesan :
·         Sebagai Murid yang baik Harus menghormati Guru,dengarkan dan perhatikan apa yang Beliau katakan.
·         Metode Yang digunakan dalam menyebarkan ajaran islam adalah dengan dakwah atau bisa pula dengan mengajarkan murid-muridnya mana yang lebih baik
·         Saya sampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas apresiasi yang telah Anda semua berikan pada saya. Terima Kasih

Kesan:
·         Mengerjakan artikel ini bukanlah hal yang mudah tapi tiap kalimat pada artikel ini memiliki arti



 












GARIS BESAR


Garis Besar :
1.     Awal Mula Agama Islam
2.     Pentingnya Seorang Guru Bagi Umat Manusia
3.     Cara Penyebaran Islam
4.     Menghormati seorang Guru adalah Kewajiban
5.     Tidak boleh menyembunyikan ilmu
6.     Penuntut Ilmu harus tunduk pada kebenaran
7.     Dalil tentang mengajarkan Suatu Hal

















PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.









0 komentar:

Posting Komentar